Tahu Kah Kamu!? Kalau Bung Karno Pernah Siapkan Bandung Jadi Ibu Kota RI.
Selain Palangka Raya di Kalimantan Tengah, Presiden Sukarno rupanya pernah melirik Bandung sebagai alternatif ibu kota negara. Cetak biru yang berisi peta, gambar gedung-gedung pemerintahan, dan lainnya sudah disiapkan sejak 1951 dan tersimpan di Bagian Plannologi Kementerian Pekerjaan Umum dan Tenaga di Jakarta.
"Bandung Sudah Siap Dengan Nota & Blueprint
Ibukota," begitu headline surat kabar terbesar di Jawa Barat, Pikiran
Rakyat edisi 23 September 1957. Berita itu juga menegaskan bahwa panitia yang
ditugaskan untuk mengkaji pemindahan ibu kota belum pernah dibubarkan. Mereka
yang diangkat oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Ir. Ukar Bratakusumah pada
awal 1950-an itu antara lain Ir. Lien Khe Lien, Kepala Jawatan dari Teknik
Bandung, Wali Kota Bandung almarhum R.H. Enoeh, Prof. Ir. Thijsse (guru besar
Fakultas Teknik ITB), Senosastro, Kusma, dan lain-lain.
Foto: Koleksi Irvan Sjafari (Peminat Sejarah) |
"Dari sejumlah kota yang mengajukan diri untuk menjadi
ibukota negara, tidak ada yang mempunyai bahan-bahan planologi selengkap
seperti Bandung," demikian isi nota yang mereka buat kepada Presiden
Sukarno kala itu.
Dalam nota tersebut dipaparkan berapa ratus hektar tanah
milik kotapraja dan berapa puluh hektar tanah milik swasta yang dicadangkan
untuk Istana Presiden, Gedung Parlemen, kementerian, serta perwakilan luar
negeri. Tanah-tanah itu terletak di sebelah utara Jalan Diponegoro dan kemudian
diketahui sekitar 80 hektar disediakan untuk Universitas Padjadjaran.
Namun, tulis Pikiran Rakyat, pada waktu itu Ketua DPRD Kota
Bandung masa peralihan Mohamad A. Hawadi mempertanyakan apakah status ibu kota
akan menguntungkan penduduknya? Perdagangan akan ramai dan orang Bandung akan
bangga menjadi warga ibu kota? Dia juga mengkhawatirkan kemungkinan ekses
negatif yang akan timbul seperti naiknya biaya hidup dan yang kuat akan
mendesak yang lemah.
Foto: Koleksi Irvan Sjafari (Peminat Sejarah) |
Jauh sebelum Indonesia merdeka, pemerintah kolonial Belanda
juga pernah melirik Bandung. Menurut Haryoto Kunto dalam bukunya, 'Wajah
Bandoeng Tempo Doeloe', rencana itu merujuk rekomendasi studi kesehatan di
kota-kota pantai Pulau Jawa oleh Hendrik Freek Tillema. Ahli kesehatan Belanda
yang bertugas di Semarang itu menyebut kota-kota pelabuhan di Jawa tak sehat,
berhawa panas, mudah terjangkit wabah penyakit.
Gubernur Jenderal J.P. Graaf van Limburg Stirum (1916-1921)
menyetujui rekomendasi Tillema untuk memindahkan ibu kota Hindia Belanda dari
Batavia ke Bandung. Secara bertahap mulai 192 sejumlah kantor perusahaan swasta
hijrah ke kota yang dijuluki 'Parisj van Java' itu. Tapi kelanjutan proyek itu
terhenti karena Eropa kala itu tiba-tiba dilanda resesi ekonomi (Malaise).
Hanya perusahaan kereta api, pos, dan telekomunikasi yang
terlanjur membangun kantor pusat mereka di Bandung. Atas alasan historis itulah
hingga sekarang ketiga perusahaan itu masih menjadikan Bandung sebagai kantor
pusat mereka. (jat/wdl)
Post a Comment